Laman

Jumat, 16 April 2010


 


 

Harus menjadi mati rasa, atau memang rasa telah mati?

Putuskan apa yang harus diputuskan

Panjangkan dan lebarkan langkah kaki

Hentakkah dengan kuat di bumi yang dipijak

Biar ketika kecewa dan putus asa datang masih ada dasar bumi yang bersimpati

Untuk menegarkan jiwa dan hati yang patah berkeping-keping dan ada angin membelai rasa

Berbela tuk tegarkan dan kuatkan hati menerima khianat dari sang cinta.

Lupakan sejenak kisah cinta

Walau cinta adalah keindahan, walau cinta adalah kesenangan walau cinta adalah perasaan yang menyatu walau cinta adalah lautan rasa tak berujung tapi cinta adalah kebisuan , cinta adalah patamorgana, cinta adalah penderitaan, cinta adalah kekecewaan, cinta adalah kedustaan, cinta adalah gumpalan rasa suka dan duka, cinta adalah dendamnya rasa memiliki dan membenci, karena cinta adalah keringanan bibir berucap rasa, karena cinta adalah emosi jiwa tak bertuan.Kadang cinta menghilangkan perbedaan, kadang cinta menawarkan penyatuan, kadang cinta menjanjikan surga, kadang cinta juga menjanjikan neraka.Lupakan segenap kisah cinta, berpalinglah kepada cinta yang lain.Dialah cinta sejati yang tak kan berpaling sedetikpun dari waktu dan bentuk apapun.Dia datang dengan kasih Dia memanggilpun dengan kasih.Jangan percaya pada cinta manusia karena ia adalah kebohongan dan kedustaan. Cinta manusia tidak akan pernah menjanjikan apa-apa, kecuali kekecewaan dan kehancuran.

Benarkah kalau sudah begini namanya putus asa?Dan jika datang cinta yang lain, rasa menjadi berubah berlari, dan menjauh dari cinta yang pernah menelantarkan rasa, menyiksa jiwa, meneteskan air mata.Bisakah ucapkan selamat jalan cinta, karena tak ada rasa yang tersisa untuk mencinta.

Cinta menjadi menjemukan, memuakkan, memuntahkan seluruh isi perut. Cinta begitu merayu-rayu ketika datang tetapi sangat menyesakkan saat harus pergi.

Haruskah rasa dimatikan dari cinta?cinta yang mengundang dilemma, cinta yang merobek ulu hati. Oh cinta pergilah jauh dari sisi, jangan kembali sebelum benar-benar tulus bersemayam di pusara hati sampai sang waktu mengakhiri semuanya.

                                                                                        Written by Tahya Aminah

Pangkalpinang, 270210

Bait – bait 2


 

KESUNYIAN YANG INDAH


 

Sendiri di tangah kesunyian

Bercengkrama dengan kepribadian

Diantara pijar bintang-bintang yang bertaburan menghiasi langit

Dan ruang waktu yang terlewati dengan mimpi

Sedangkan ruang hati tertata rapi

Menyiapkan sesuatu untuk esok hari

Menapaki hari-hari dengan harapan

Kamis, 08 April 2010

PUISI” SUARA HATI”

pKumpulan puisi lama


 

Puisi 1

Ada yang terbaru yang bisa dikenal

Tapi ada sesuatu yang tak bisa dipahami

Mencoba berdiri, dan berkata-kata dengan lantang

Menjadi pioneer di negri asing

Walau sekedar kegombalan yang terlontar.

Perih mendengarnya,

Kaku meneriakannya,

Siapa yang perduli,

Dan tak ka nada yang perduli

Berlari dari mimbar kemunafikan

Berhamburan meninggalkan majelis kesinisan

Andai………………, tak lagi terjual,

Kalau………………, tak lagi laku,

Jika ……………….., tak lagi diucapkan

Pergilah ! aku jenuh!

Pergilah ! aku mual !

Pergilah ! aku bosan !


 


 


 


 


 

Puisi 2 (2004)

Dalam dari kandang peraduan

Yang sulit meraba rasah

Menepis galau……………

Lupa gemercik air yang menetes……..

Memalung batu padat,

Bertahun-tahun……

Di tengah perenungan panjang

Berzikir………….memaku kekakuan hidup

Bersalawat……….menjejalkan nafsu rindu

Hingga sadar,

Kepalsuan mengatapi nurani

Kedustaan di ujung lidah

Kejujuran seperti dikebiri

Kebajikan seperti bunga layu

Yang sulit ditebarkan………….

Hantam jiwa melerai lusuh

Mengurai tulang-tulang tubuh

Kemanakah kepalaku yang hilang…?


 


 


 


 


 


 

Puisi 3 (2004)

Malam !

Kau terbungkus kabuat pekat

Menemani rembulan di dinding langit

Sembari menggantung harapan esok hari

Bukit, gunung, lembah dan hamparan lautan,

Mengadu resah,

Kepiluan sahabatnya manusia,

Tapi tidak sebaliknya……………

Merambat siang manusia membuka kesialannya

Merampas hak-hak alam, bahkan dirinya sendiri.

Untungnya alam masih mau bersahabat

Mendekap erat cadas kepiluan manusia

Akrab selalu menyapa ramah penghuni bumi.

Jika sahabat mengerti……………

Betapa kasih alam tak bertepi…………

Tanpa pamrih dari siapapun.


 


 


 


 

    
 


 


 


 

Puisi 4 (2004)

Apa yang salah pada generasi ini ?

Mengapa kami tak perduli, jangankan pada yang lain, diri kami sendiri pun tidak dihiraukan. Siapa yang salah ?ayah ibu kami, lingkungan kami, guru-guru kami atau kami sendiri?

Mengapa begitu susah menghanyutkan naluri kami ke sungai peradaban.

Apakah yang salah?

Seperti berada di negeri asing

Suasana yang muram seram, tanpa gemintang- indah menghiasi malam

Biduk generasi jampir berpaling

Kapal sepertinya akan oleng

Sebab penumpang mabuk minuman keras, bukan mabuk laut, tak terkendalikan.

Bau arak menyengat marak, menggelembungkan lambung yang membutuhkan tabung pengganti

Inilah wajah-wajah generasi, anak negeri

Entah apa akan terjadi, jika semuanya tak terkendali

Oh………….Allah pemilik bumi, benarkah jalan kami?

Yang menyesatkan diri demi nama kami di bumi ini.

Oh………...Allah pemilik diri kami neraka apa yang pantas untuk kami?

Tak pantas kami menyebut surga Mu, apalagi menginginkannya

Kamilah generasi perusak ummat

Senang hati kami melihat ummat-ummat tersesat ,Kamilah syaitan itu

Oh……….Allah pemilik alam semesta!

Kami memang buta……….

Kami tak mengerti makna cinta Mu

Yang kami tahu kami tak punya rasa

Oh…………….Allah kekasih kami!

Masih adakah jalan lain menuju Mu?