pKumpulan puisi lama
Puisi 1
Ada yang terbaru yang bisa dikenal
Tapi ada sesuatu yang tak bisa dipahami
Mencoba berdiri, dan berkata-kata dengan lantang
Menjadi pioneer di negri asing
Walau sekedar kegombalan yang terlontar.
Perih mendengarnya,
Kaku meneriakannya,
Siapa yang perduli,
Dan tak ka nada yang perduli
Berlari dari mimbar kemunafikan
Berhamburan meninggalkan majelis kesinisan
Andai………………, tak lagi terjual,
Kalau………………, tak lagi laku,
Jika ……………….., tak lagi diucapkan
Pergilah ! aku jenuh!
Pergilah ! aku mual !
Pergilah ! aku bosan !
Puisi 2 (2004)
Dalam dari kandang peraduan
Yang sulit meraba rasah
Menepis galau……………
Lupa gemercik air yang menetes……..
Memalung batu padat,
Bertahun-tahun……
Di tengah perenungan panjang
Berzikir………….memaku kekakuan hidup
Bersalawat……….menjejalkan nafsu rindu
Hingga sadar,
Kepalsuan mengatapi nurani
Kedustaan di ujung lidah
Kejujuran seperti dikebiri
Kebajikan seperti bunga layu
Yang sulit ditebarkan………….
Hantam jiwa melerai lusuh
Mengurai tulang-tulang tubuh
Kemanakah kepalaku yang hilang…?
Puisi 3 (2004)
Malam !
Kau terbungkus kabuat pekat
Menemani rembulan di dinding langit
Sembari menggantung harapan esok hari
Bukit, gunung, lembah dan hamparan lautan,
Mengadu resah,
Kepiluan sahabatnya manusia,
Tapi tidak sebaliknya……………
Merambat siang manusia membuka kesialannya
Merampas hak-hak alam, bahkan dirinya sendiri.
Untungnya alam masih mau bersahabat
Mendekap erat cadas kepiluan manusia
Akrab selalu menyapa ramah penghuni bumi.
Jika sahabat mengerti……………
Betapa kasih alam tak bertepi…………
Tanpa pamrih dari siapapun.
Puisi 4 (2004)
Apa yang salah pada generasi ini ?
Mengapa kami tak perduli, jangankan pada yang lain, diri kami sendiri pun tidak dihiraukan. Siapa yang salah ?ayah ibu kami, lingkungan kami, guru-guru kami atau kami sendiri?
Mengapa begitu susah menghanyutkan naluri kami ke sungai peradaban.
Apakah yang salah?
Seperti berada di negeri asing
Suasana yang muram seram, tanpa gemintang- indah menghiasi malam
Biduk generasi jampir berpaling
Kapal sepertinya akan oleng
Sebab penumpang mabuk minuman keras, bukan mabuk laut, tak terkendalikan.
Bau arak menyengat marak, menggelembungkan lambung yang membutuhkan tabung pengganti
Inilah wajah-wajah generasi, anak negeri
Entah apa akan terjadi, jika semuanya tak terkendali
Oh………….Allah pemilik bumi, benarkah jalan kami?
Yang menyesatkan diri demi nama kami di bumi ini.
Oh………...Allah pemilik diri kami neraka apa yang pantas untuk kami?
Tak pantas kami menyebut surga Mu, apalagi menginginkannya
Kamilah generasi perusak ummat
Senang hati kami melihat ummat-ummat tersesat ,Kamilah syaitan itu
Oh……….Allah pemilik alam semesta!
Kami memang buta……….
Kami tak mengerti makna cinta Mu
Yang kami tahu kami tak punya rasa
Oh…………….Allah kekasih kami!
Masih adakah jalan lain menuju Mu?